Jumat, 9 April 2010 | 12:16 WIB
TERKAIT:
JAKARTA, — Kode etik yang mengungkung keberanian para anggota Kepolisian RI (Polri) dinilai menjadi faktor langgengnya dugaan praktik mafia yang bersarang di institusi tersebut. Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyebutkan, jaringan mafia yang terbentuk dibangun bak dinasti. Ia mengungkapkan, kode etik yang melarang anggota kepolisian berbicara tanpa sepengetahuan atasan perlu dirombak.
"Budaya patuh dengan atasan sangat dominan. Harus ada pengawasan, kode etik harus direformasi. Jangan sampai mengungkung dan justru menyimpan borok kepolisian. Kode etik Kapolri ada yang mengatur tidak boleh membuka ini itu. Sehingga, ketika ada praktik menyimpang, tidak ada yang berani mengadukan karena takut melanggar kode etik. Karena dibungkus dengan kode etik, jadi boroknya tersimpan terus," kata Nasir kepada Kompas.com.
Perubahan kode etik, lanjut Nasir, seharusnya justru membuka peluang bagi anggota kepolisian untuk secara aktif membongkar praktik-praktik menyimpang. "Kode etiknya kan membuka peluang atasan untuk 'bermain'. Kalau boleh membuka, siapa pun yang ada di kepolisian akan hati-hati," kata politisi PKS ini.
Selain itu, sanksi bagi oknum polisi yang menyimpang harus lebih tegas. Dikatakan Nasir, untuk memberikan efek jera, hukuman tak bisa hanya sanksi administratif. Sebab, perbuatan oknum tersebut dinilai telah "meracuni" institusi kepolisian. "Perlu ditinjau kode etik peraturan Kapolri No 7 Tahun 2006, No 8 Tahun 2006. Pengawasan juga harus diperhatikan," ujarnya.
"Budaya patuh dengan atasan sangat dominan. Harus ada pengawasan, kode etik harus direformasi. Jangan sampai mengungkung dan justru menyimpan borok kepolisian. Kode etik Kapolri ada yang mengatur tidak boleh membuka ini itu. Sehingga, ketika ada praktik menyimpang, tidak ada yang berani mengadukan karena takut melanggar kode etik. Karena dibungkus dengan kode etik, jadi boroknya tersimpan terus," kata Nasir kepada Kompas.com.
Perubahan kode etik, lanjut Nasir, seharusnya justru membuka peluang bagi anggota kepolisian untuk secara aktif membongkar praktik-praktik menyimpang. "Kode etiknya kan membuka peluang atasan untuk 'bermain'. Kalau boleh membuka, siapa pun yang ada di kepolisian akan hati-hati," kata politisi PKS ini.
Selain itu, sanksi bagi oknum polisi yang menyimpang harus lebih tegas. Dikatakan Nasir, untuk memberikan efek jera, hukuman tak bisa hanya sanksi administratif. Sebab, perbuatan oknum tersebut dinilai telah "meracuni" institusi kepolisian. "Perlu ditinjau kode etik peraturan Kapolri No 7 Tahun 2006, No 8 Tahun 2006. Pengawasan juga harus diperhatikan," ujarnya.
0 Comments:
Post a Comment